Karakteristik Eksopolisakarida Mikroalga Porphyridium cruentum yang Berpotensi untuk Produksi Bioetanol

Alwahidul Mubarok, Iriani Setyaningsih, Uju Uju

Abstract

Porphyridium cruentum merupakan salah satu mikroalga yang memiliki kandungan polisakarida yang tinggi dan mampu menghasilkan polisakarida ekstraseluler dengan jumlah mencapai 19,7 g/L. Mikroalga tidak mengandung lignin sebagai pelindung dinding selnya, sehinggaberpotensi sebagai bahan produksi bioetanol. Kendala yang dihadapi untuk mendapatkan eksopolisakarida P. cruentum yaitu pada tahap pemanenan, pemisahan eksopolisakarida dari media kultivasi. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan metode pemanenan eksopolisakarida P. cruentum dengan bahan presipitasi yang berbeda untuk mendapatkan metode alternatif yang lebih baik, serta menentukan metode hidrolisis terbaik untuk menghasilkan gula tertinggi. Penelitian dilakukan dengan tiga tahap terdiri dari kultivasi mikroalga, pemanenan dan karakterisasi, serta hidrolisis eksopolisakarida. Metode kultur menggunakan perlakuan fotoperiod 12 jam gelap 12 jam terang. Kultur P. Cruentum dipresipitasi dengan etanol 96% perbandingan 1:0,75 (v/v) dan KOH 5% perbandingan 1:1,5 (v/v). Polisakarida dihidrolisis dengan HCl 2 N dan akuades (suhu 100oC, selama 3 jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air eksopolisakarida presipitasi
dengan etanol 96% yaitu 12,70%, abu 59,68%, viskositas 76,8 Cp, rendemen 1,4 g/L dan eksopolisakarida hasil presipitasi dengan dan KOH 5% dengan kadar air 5,28%, abu 78,61% viskositas 134,4 cP, rendemen 6,1 g/L. Monosakarida yang terdeteksi adalah fruktosa. Hidrolisis menggunakan HCl 2 N, suhu 100°C selama 3 hari merupakan metode hidrolisis eksopolisakarida terbaik dengan kadar gula total tertinggi yaitu 24,31%.

Authors

Alwahidul Mubarok
aal.surplus@gmail.com (Primary Contact)
Iriani Setyaningsih
Uju Uju
MubarokA., SetyaningsihI., & UjuU. (2018). Karakteristik Eksopolisakarida Mikroalga Porphyridium cruentum yang Berpotensi untuk Produksi Bioetanol. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 21(1), 24-34. https://doi.org/10.17844/jphpi.v21i1.21258

Article Details